SEO YANG MENDATANGKAN DUIT

BITCOIN WALLET

Sabtu, 22 November 2008

Terjerat Hutang

Hutang adalah hal yang sangat menekan dan menjadikan kita tidak bisa leluasa bergerak, dengan demikian utang adalah salah satu kendala dalam kehidupan berkeluarga, keluarga yang terlalu banyak hutang akan menjadi keluarga yang tidak banyak pilihan, menjadi keluarga yang tidak percaya diri, menjadi keluarga yang tidak mampu mengekspresikan diri dengan baik, dan selalu merasa terlilit belenggu yang senantiasa merantai semua kegiatannya, kalaupun ada yang mengingkarinya akan dianggap sebagai seorang yang tidak tahu diri, kehidupan terus berjalan dan tidak akan pernah berlanjut kebelakang atau ada reka ulang, dan inilah yang mengakibatkan betapa hutang adalah kendala terbesar dari kemajuan, terutama yang terlalu banyak, segala macam hutang akan mempengaruhi pola dan tingkah laku dari sebuah keluarga, semakin banyak hutang semakin tidak banyak pilihan yang seharusnya kita bisa jalani dan bisa kita pilih, semakin berat beban hidup dan psikis kita, sebaliknya semakin sedikit hutang kita semakin banyak hal yang bisa kita pilih dan semakin ringan beban hidup dan psikis kita, menjadi orang yang “merdeka” aliasnya tidak memikirkan sesuatu yang “mewajibkan” kita memikirkannya dalam semua keadaan dan dalam segala kesempatan, yakni hutang, menyakitkan memang, apalagi kalau banyak dengan buga-bunga nya yang mencekik, lebih mengenaskan lagi. Dan yang mengganjal dalam benak saya adalah tulisan saya ini bisa menyinggung beberapa pembaca (dan untuk hal itu saya meminta maaf sebesar-besarnya, saya tidak pernah menghinakan orang yang berhutang dan tidak pernah mencela mereka yang berhutang dan malah saya mendoakan agar hutang-hutang nya segera lunas, dan sekali lagi saya juga termasuk orang yang punya hutang, ini saya rasakan sendiri, bahwa yang saya tulis bisa jadi merupakan cerminan dari kehidupan saya pribadi, adapun yang “senasib” dengan saya barangkali akan “terketuk dan merasa disinggung”, sekali lagi saya meminta maaf akan hal itu, kalau ada pihak yang sama dengan saya….). Tetapi adalah sebuah kewajaran bila orang didunia berhutang, dengan catatan jangan terlalu banyak dan melampaui kemampuan kita untuk membayarnya. Solusi dari mengendalikan “keinginan” berhutang adalah qana’ah (artinya menerima apa saja pemberian Allah Swt dengan ikhlas, tidak kurang suatu apa), terus sederhana dan mempunyai skala prioritas kebutuhan (saya pikir adalah tentang kebutuhan pokok) dan “rem” untuk skala “keinginan” (saya perkirakan adalah tentang kebutuhan sekunder/tambahan), dari skala yang “sangat penting diperlukan dan mendesak” sampai “ini bisa kita beli tahun depan” hendaknya anda cermati dengan bijaksana dan kepala dingin. Dari skala need (butuh) sampai dengan skala want (ingin). Dengan demikian kita akan menyadari mana yang harus didahulukan dan bila ini dilaksanakan dengan konsisten pasti akan siginfikan mengurangi hutang-hutang anda (yang mana biasanya berhutang adalah untuk membeli taraf want). Maaf barangkali saya sangat menyederhanakan hal itu, tetapi dari pengalaman saya, inilah yang terjadi. Catatan : NEED adalah kebutuhan yang mendesak dan tidak bisa ditinggalkan dan bila itu tidak ada akan membahayakan hidup, contoh : makanan pokok. Sedangkan WANT adalah kebutuhan yang masih bisa ditinggalkan dan tidak membahayakan hidup kita, seperti, makanan cepat saji….saya kira keterangan saya sudah jelas.

Persoalan sebenarnya yang akan saya bahas adalah persoalan Negara kita yang nota bene menjadi negeri yang terjerat hutang dengan jumlah yang “menumpuk” dan “menggunung” semakin banyak dengan bunga-bunga yang menghiasinya, dan kepada siapa beban hutang yang kian hari kian “mengerikan” ini ? Pertanyaan mendasar adalah apakah sama kehidupan bernegara dengan kehidupan keluarga ? Jawabnya relative sama, dan ini memang saya gambarkan panjang lebar, tentang hutang yang menjerat, hutang yang melilit, hutang yang membelenggu kebebasan, dan hutang yang menghisap darah rakyat negeri tercinta ini. Taraf yang mengkhawatirkan ini dibarengi dengan para pelaku pemerintah yang tidak kompeten, dan malah akan “mengulangi” hutang-hutang yang ada dengan menambahnya dengan jumlah yang lebih “spektakuler” lagi, apakah Indonesia akan masuk dalam Guiness Book Of The Record dengan hutang yang paling tinggi kepada IMF atau malah masuh buku rekor itu dengan kriteria NEGARA PALING TIDAK KREATIF DALAM MENGHIMPUN DANA untuk pembangunan negerinya sendiri, patut diadakan semacam survey lah untuk mengetahui kebenaran sangkaan saya. Nah tidak adakah solusi lain selain berhutang, tidak adakah solusi lain selain IMF, tidak adakah solusi lain selain dari uang riba ???
Saya berkata sampai berbusa-busa pun tidak akan merubah suasana, tetapi dengan sedikit tulisan ini saya akan mengajak anda untuk berpikir, apa iya negeri sekaya ini tidak bisa mandiri ? Dengan “belajar” mengurangi utang ? Seperti menggunkan skala NEED dan WANT seperti yang saya jelaskan di atas ? Yang menjadi NEED pemerintah itu apa ? Apakah LAPTOP yang berharga jutaan? Apakah studi banding ke luar negeri ? Apakah pesiar-pesiar kenegeri asing dengan alasan yang kurang lebih sama dengan studi banding ? Apakah itu termasuk dalam NEED, atau kalau kita menengok kedalam negeri, dan bertanya apakah KENAIKAN GAJI para DEWAN itu sebuah NEED? Padahal mereka adalah para orang kaya yang bisa duduk di kursi DEWAN ? Apakah TUNJANGAN yang semakin hari semakin besar itu sebuah NEED ? Apakah dengan siding-sidang yang bertele-tele sebuah NEED ? Biar dapat UANG RAPAT apakah sebuah NEED ?. Sedangkan need adalah hal yang mau tidak mau mesti harus ada (dilakukan), nah dengan mempertimbangkan sedikit itu kita semua bisa menilai apakah pemimpin kita termasuk orang yang “gemar” berhutang atau tidak bila begitu banyak WANT yang disalah artikan menjadi NEED (catat : semua want memerlukan biaya ekstra dan tentu lebih tinggi dari need). Pantas kalau mereka banyak mengandalkan HUTANG LUAR NEGERI untuk dibagi-bagi. Giliran bagi-bagi uang saja mereka begitu “sempurna”, lain lagi dengan kinerja dan sidang paripurna yang mereka lakukan, hasil rapat adalah selalu produk yang kurang bermutu dan tanda Tanya besar ? Yang terjawab dengan “korbankan rakyat” untuk “kelangsungan negeri” ini….(terjemah bebas dari kelangsungan negeri adalah agar bisa hutang dan kecipratan duit itu). Jadi negeri yang terjerat hutang tidak mungkin akan maju karena tidak mempunyai hujat yang cukup untuk meng-counter kebijakan-kebijakan dari negeri (badan) yang kita pinjami, sekalipun kebijkan itu merugikan rakyat dan negerinya. Sungguh mengenaskan. Solusi adalah kembali lagi kepada dasar dari kehidupan kita yakni AGAMA, dan yang paling tepat adalah kembali kepada hukum Allah SWT, pasti saya jamin tidak akan ada negeri yang makmur tetapi rakyatnya tertimpa kemiskinan dan kenestapaan yang sangat panjang. Dan pemerintah hendaknya membuat skala yang saya sebutkan diatas, NEED dan WANT.
Terima kasih, ini sebuah want…bukan ?, tanpa terima kasih tulisan ini bisa dibaca dan internet adalah sebuah need bila saya akan posting, karena tanpa internet saya tidak bisa posting, benarkah demikian ? Jawaban anda adalah yang terbaik dalam versi pribadi anda. Thanks.

Kamis, 20 November 2008

MAU NAIK ENGAN MAU TURUN

Apa yang tersirat di dalam dada pemimpin kita saat ini ? Saya mempertanyakan hal ini karena saya sangat merasa bingung, heran dan penuh su'udzon kepada pemerintah (pemimpin kita), mengapa mereka begitu "ngotot" menaikkan harga BBM dengan alasan "menyesuaikan" harga minyak dunia yang sangat tinggi waktu bulan Maret 2008, lalu, dus,...bulan Nopember 2008 harga minyak dunia turun drastis, dan pemerintah "enggan (reluctant)" menurunkan harga BBM, dan yang turun hanya premium itu pun "cuma" Rp.500,- per liternya, ada kebohongan apa lagi yang ada dibenak para pemimpin kita ini ? Apakah lagi-lagi "intervensi" asing ?
Kenyataan yang akan terjadi jelas bila BBM diturunkan, rakyat kecil dan sebagian besar rakyat akan merasa "sedikit" lega dengan hal itu, yang saya perhitungkan harga-harga lain tentu akan relatif stabil tidak naik, atau bahkan mungkin turun.....
Solusi : Berpikir jernihlah dan jangan serakah hai pemimpin kami, bukankah kekayaan kalian telah sangat mencolok di situasi kami yang miskin papa ? Mengapa menginginkan untung yang lebih banyak dari hal yang seharusnya bukan untuk kalian, subsidi untuk rakyat mengapa kalian" akali" demi mengamankan kekayaan dan bahkan menambah kekayaan kalian ? Kami tahu akan keserakahan kalian dengan enggan menurunkan BBM (dengan seribu satu macam alasan yang tidak masuk akal dan tidak logis bahkan dibuat-buat seolah-olah kami tidak tahu kecurangan kalian..), dengan tidak menurunkan BBM berarti subsidi tidak diturunkan dan bisa dinikmati oleh kalian,...biadab. Rakyat kecil selalu jadi korban pemimpin yang zalim dan bodoh. Bandingan dengan keseriusan dan kengototan (membabi buta) kalian waktu menaikkan harga BBM? Seolah tidak ada hal yang bisa dilakukan kecuali "BBM harus naik", eh..ternyata itu hanya pesanan pihak asing, bodoh dan pengecut....
Ironis dan tidak berhati, sangat serakah dan bodoh, zalim... na'udzubillahi min dzalika. Kalian tidak punya nyalikah untuk lepas dari intervensi asing, padahal bila itu kalian lakukan kami akan berada dipihakmu, membelamu ? Tapi kalian khianat, semoga hari tua kalian tidaklah tentram...selamat menikmati darah dan keringat rakyat wahai pemimpin yang khianat...

Rabu, 12 November 2008

Peluang

Peluang tidak datang dua kali secara sama,.... jadi ini merupakan semangat baru, banyak yang mengatakan kesempatan tidak datang dua kali adalah tidak benar, kesempatan itu bisa diusahakan, dan peluang bisa datang berkali-kali tetapi dengan jalan yang berbeda-beda, barangkali yang sering kita sebut kesempatan tidak datang dua kali adalah kesempatan yang sama persis (identik), ini baru masuk akal, tetapi jangan terpaku dengan kalimat yang tidak optimis itu lebih baik kita mengatakan kesempatan bisa diusahakan dan bisa datang berkali-kali dengan jalan yang berbeda-beda. Asal kita mau berpikir, mau berinstrospeksi diri mau dengan gagah berani keluar dari bayang-bayang orang lain, menjadi diri sendiri...
Peluang Indonesia untuk lepas dari bayang-bayang negara lain adalah akan datang terus-dan-terus kalau para pemimpin mau untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan yang sangat terkoordinir ini(halus, tidak kasat mata tapi mematikan), kita mati kutu dan tidak bisa berbuat apapun dengan tanpa sepengetahuan dan tanpa "restu" dari bangsa penguasa kita tersebut, negara sebesar dan seindah ini adalah "boneka" dari kekuatan asing ?
Hanya hati nurani yang masih bisa berbicara dan hanya logika yang jitu yang bisa berpikir kearah situ, .... tapi mas anda tahu khan... betapa pelik persoalan negeri ini ? Semua orang tahu, menjadi bayang-bayang dari negara lain (orang lain) pasti melihat semua persoalan adalah pelik, lha mau memecahkannya sendiri dilarang, karena merugikan orang yang menjadi "tuannya" itu. Tidak pernah ada peluang untuk lepas dari kerumitan dan kepelikan yang sedang kita alami sendiri, sedangkan orang lain yang menjadi tuan kita adalah oportunis yang mengeruk seluruh potensi kita untuk bisa "keluar" dari kerumitan dan bayang-bayangnya, JELAS mereka tidak akan tinggal diam, kita selalu diberi cekokan dan cocokan berupa "UTANG-UTANG dan UTANG" atau lebih halusnya Dana bantuan dengan bunga ringan, dana hibah dan seribu maca bahasa penghalus yang menyebabkan kita "merasa" tidak di cocok hidungnya, merasa tidak di cekok dengan sesuatu yang sangat berbahaya, yang bisa dengan pasti menghilangkan kemerdekaan dan harga diri kita, maupun bangsa ini. Perkataan saya bukan isapan jempol, dan tidak ada kata untuk menghujat siapapun, dan pemerintah hendaknya "membuka mata dan hati" lalu "merenung dengan logika yang jernih" terakhir menimbulkan "nyali" untuk merdeka untuk kedua kalinya, dan pemerintah adalah sudah benar, akan tetapi kebenaran yang mana ? Yang menyebabkan kami menjadi orang yang miskin ? Yang menyebabkan rumah kami digusur ? Yang menyebabkan kami kelaparan ? Mengapa wahai pemimpin kami kalian tidak amanah ? Kalian tidak punya nyali untuk keluar dari bayang-bayang bangsa lain yang jelas-jelas adalah imperialis ?
Kembalikan semua persoalan kepada Allah Swt, dan bila kita berhukum selai hukum Nya maka kita tidak akan mendapat berkah apa-apa, yang ada adalah bencana dan nestapa yang panjang, dan untuk hal itu, saya tidak perlu pembuktian, jadi diri sendiri yang merdeka secara hakiki adalah kekuatan untuk merebut dan mengusahakan peluang, dan sampai generasi keberapa peluang akan tertangkap???
Wallahu a'lam bisshawab.

Selasa, 04 November 2008

Pahlawan

Hari Pahlawan 10 Nopember....
Menurut Kamus Pahlawan adalah orang yang gagah berani mengorbankan jiwa dan raga serta harta benda untuk membela kedaulatan negaranya. Dan Kata Bung Karno :Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Yang jadi pertanyaan apakah kita sudah menghargai dan meneladani "jihad" dan "patriotisme" para pahlawan bangsa Indonesia ini?

Kebanyakan dari kita adalah orang yang "sengaja atau tidak sengaja "telah" melupakan jasa para pahlawannya", maka boleh jadi perkataan Bung Karno tadi benar, bahwa mengapa kita menjadi negara yang kerdil begini..... yang saya maksud tentu bukan jumlah penduduk dan wilayah luas secara geografi, tetapi kerdil disini bisa saya artikan sebagai kerdil dalam DIPLOMASI, NASIONALISME, EKONOMI, KEBUDAYAAN, dan POLITIK LUAR NEGERI,... dsb Semuaunya kekerdilan yang kita punyai adalah dalam tahap yang "mengkhawatirkan "atau bahkan "membahyakan", kita bukan menjadi bangsa yang besar, apakah alasannya ? Karena kita melupakan jasa para pahlawan, kita merasa sombong, bisa merdeka tanpa siapa pun, bisa bebas dari belenggu penjajahan yang kita kira datang dengan sendirinya, bisa membangun dan sekali gus korupsi dengan bebas, bisa menjabat dan sekaligus korupsi, bisa yang lain yang tidak bisa dilakukan Bangsa yang terjajah,..... tidak ada kebebasan dan tidak bisa menentukan nasib sendiri, datangnya dari mana ? Tentu dari pada syuhada dan pahlawan bangsa kita ini.
Sayang memang terjadinya adalah yang seperti ini, kita menjadi bangsa yang "tidak tahu berterima kasih" kepada pada Syuhada dan Pahlawan bangsa yang dengan gigih dan ikhlas menyumbangkan darmabaktinya bahkan nyawa beliau-beliau sekalipun,.... dan yang perlu kita ketahui, para pahlawan dan syuhada pembela bangsa ini tidak "gila hormat, tidak gila pujian", para syuhada adalah "ikhlas" dan tidak ada pamrih apa-apa selain "MENYEDIAKAN LAHAN YANG MERDEKA BAGI ANAK CUCU NYA KELAK", dan mereka melakukan itu untuk kita yang hidup sekarang, yang sudah bebas dari penjajah, dengan sangat enak "menghirup kemerdekaan"..... bila kita meneladani semangat mereka dalam beramal untuk negeri ini maka tidak pernah akan ada NEGERI KERDIL ini, tidak akan ada KORUPSI yang meraja lela, tidak akan ada perpecahan yang sangat menyulitkan. Bukti bahwa kita bangsa kerdil adalah KITA selalu Minder dan INFERIOR dibanding bangsa lain, bandingkan dengan malaysia saja kita sudah kalah kelas, mereka lebih terpelajar dan agamis dari kita, lebih unggul dalam tata tertib, lebih unggul dalam tatanan pemerintah dan diplomasi (maaf bukan memuja bangsa lain, tetapi hanya membandingkan dengan malaysia saja, konon dengan bangsa yang maju....). Bukti yang lain apakah yang terbayang bila orang luar menyebut INDONESIA ? Pasti, dalam benak mereka akan terlintas KORUPTOR, TERORIS, KEMISKINAN, PEMBAJAKAN, Dan seribu satu hal-hal yang disematkan kepada semua bangsa yang tidak punya kewibawaan, contoh konkrit KITA INILAH.

Saya merasa sangat terpukul dengan keadaan seperti ini, bangsa ini sebetulnya bangsa pilihan ALLAH SWT, bagaimana tidak, ini negeri muslim bung, negeri muslim terbesar di planet ini, dan tiada yang lebih banyak beristighfar di bumi ini selain di negeri kita ini. Merinding bulu kuduk saya kalau merenungkan ini, bahwa dinegeri yang paling "iman" mengapa kita menjadi "bulan-bulanan" ?? Jadi negeri paling korup se asia tenggara, menjadi negeri yang berkembang terus tanpa tahu kapan majunya, padahal kita sebagian besar muslim, dan orang muslim tidak akan kalah dari ummat manapun (kebaikan, keunggulan, dan kegigihannya), akan tetapi mengapa kita begini ? Krisis lebih dari 10 tahun, korupsi semakin menjadi dan maksiat meraja lela ? Masih pantaskah Allah SWT menurunkan RAHMAT berupa wibawa kita dihadapan manusia lain ?? Tetapi di dalam gelap tentu ada cahaya terang, biarpun kita dicap bangsa yang korup TOH tidak semuanya begitu (sebagian kecil saja dari bangsa ini yang korupsi), dan TOH tidak semua orang jadi orang yang bengal dan fasik, lebih banyak yang sholeh daripada yang membangkang dan berbuat kerusakan, TOH hanya ada segelintir teroris (bila itu benar-benar) ada dan kita adalah yakin sekali akan ada pertolongan ALLAH SWT bila kita meniru semangat JIHAD di jalan ALLAH SWT dari para pahlawan yang telah gugur dan mendahului kita.

Solusi : Kita malu menjadi bangsa yang kerdil dan tak berwibawa, tetapi bangkitkanlah rasa memiliki, rasa mencintai dan rasa persatuan yang berujung kepada semangat JIHAD dari para pejuang, yang saya yakin belum selesai perjuangannya, yaitu untuk menuju negeri Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.... negeri yang gemahripah loh jinawi, tata titi tentrem tur raharja, negeri yang dapat berkah dan rahmah dari Allah SWT. Mulailah dari diri kita sendiri, apakah sudah ada teladan para pahlawan yang ada pada diri kita ? Semoga...

Sabtu, 01 November 2008

Reformasi Apa Kabarmu ?

Era delapanpuluhan adalah era di mana sebagian besar orang berfokus pada Kebijakan Pemerintah dalam Orde Baru yang disebut Repelita dan Pelita (Pembangunan Lima Tahun), dan memang generasi yang lahir di masa itu adalah generasi keemasan bangsa Indonesia (dari segi kemapanan dan wibawa bangsa ini), swasembada beras, lapangan kerja sangat bagus, USD cuma Rp. 2000,- an, dan sangat ditakuti rezim saat itu, dengan cengkeramannya yang dibuat sedemikian rupa sehingga kita sebagai rakyat tidak merasa dibodohi dan dicengkeram, tapi hanya sering bertanya betapa orang yang suka bersuara lantang (vokal), sebentar saja lenyap dari peredaran dan tidak pernah kembali, kabarnya tentu diculik secara misterius atau meninggal secara aneh, dan memang saat itu begitu bengis pemerintah dengan orang-orang yang tidak sependapat dengan kebijakannya. Lain era delapanpuluhan lain pula era sembilanpuluhan, dimana gejala untuk adanya reformasi sudah mengembrio, semula diam seribu bahasa, lama kelamaan timbul riak-riak ketidak senangan dengan status quo, dan puncaknya tahun 1997-1998, terjadi reformasi yang memecah kebuntuan bangsa ini, berharap terlalu banyak dari kran yang "jebol", sehingga mulut-mulut yang tadinya digembok dan dibungkam, bisa bersuara lantang, dan karena dalam tempo lama kita tidak pernah berdiskusi, berdebat dalam "perbedaan" maka kita semua seperti seekor burung yang lepas dari sangkarnya, terasa sangat bebas tetapi tidak bisa dan tidak terbiasa dengan keadaan yang jelas sangat berbeda - dari rezim diktator yang mengatur segala gerak, tingkahlaku bahkan ucapan - menjadi rezim yang relatif egaliter, pro demokrasi, bebas berserikat dan berkumpul menyampaikan pendapat - sehingga kita jadi orang yang "limbung" terbangun dari mimpi yang panjang, mimpi buruk yang menjadikan kita menjadi bodoh dan terbelakang, dan hasilnya adalah krisis yang berkepanjangan hingga sekarang, padahal tujuan reformasi adalah jelas dan tidak seperti sekarang ini, USD jadi nilai dengan batas psikis Rp. 10.000,- an. Dan sekarang akan semakin menjadi "kelam" urusan perkembang reformasi yang dicetuskan sepuluh tahun yang lalu, adakah dihati kita terketuk untuk memulai era reformasi sesungguhnya ? Jangan hanya berkata dan menghujat serta memvonis orang lain tidak sejalan dengan reformasi tetapi kita menjadi orang yang tetap berada dalam "status quo" yang baru "pasca reformasi"..... kapan kita terbangun dari tidur panjang yang kedua ini, apakah sebagai bangsa kita tidak pernah mau belajar dari kegagalan yang berulang?
Solusi yang paling tepat adalah bagaimana kita membangkitkan kembali semangat reformasi dengan perencanaan dan pelaksanaan yang tertata dan terencana dengan determinasi tinggi untuk melakukan semua tahap perencanaan tersebut, bukan menggantungkan diri sepenuhnya kepada negara atau instansi bangsa lain (baca : AS dan IMF), dan bagi pemerintah seharusnya memilih menteri yang pro reformasi dan mau berpihak kepada rakyat, untuk presiden jangan menjadi boneka dari negara lain (semua kebijakan harus mendapat restu dari negara lain dan merupakan intervensi pihak asing - sungguh pengecut dan memalukan). Dan sebagai rakyat kita akan selalu taat dan kritis bila tingkah polah pemerintah akan membahayakan bangsa ini kembali. Karena kalau kita terjerembab sekali lagi ke dalam krisis akan semakin terpuruk dan jauh lebih dalam, dengan solusi yang makan waktu lebih lama lagi. Sebenarnya keruntuhan AS merupakan tunggak bagi kita untuk memulai era reformasi baru, sedemikian rupa jadi kita sesekali tidak menjadi boneka AS, mengapa negara yang merdeka harus "menjadikan dirinya suboordinat" dari negeri yang sedang hancur semacam AS ? Kita tidak membenci AS, tetapi dengan melepaskan pengaruh mereka sedikit demi sedikit maka saya yakin kita akan terlepas dari belenggu "penjajahan AS dan IMF" ini. Putuskan hutang-hutang ke IMF, jangan jadi sapi perahan "lintah darat tingkat global" itu. Dan itu semua perlu keberanian ekstra ? Yang jadi pertanyaan siapakah yang akan memulainya ? Para pemimpin kita bukan orang yang terpercaya untuk masalah ini, apakah kita harus "impor" orang luar negeri untuk menjadi pejabat di negeri ini ? Tidak mungkin bukan ? Hati nurani dan nyali pejabat yang sholehlah yang akan membawa bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik, dan semua tahu apa maknanya itu...
Depok 1 Nopember 2008

IKLAN DI BLOG SAYA

DAFTAR PAYPAL GRATISS..!!!

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.