SEO YANG MENDATANGKAN DUIT

BITCOIN WALLET

Senin, 19 Februari 2018

MORAL ANAK BANGSA YANG TERPURUK

MORAL DAN AKHLAK TIDAK TERGANTUNG SEBERAPA TINGGI PENDIDIKAN DAN SEBERAPA CERDAS SESEORANG.
Karena manusia dilahirkan semuanya fitrah, suci dari dosa, dan berpotensi besar menjadi orang yang takwa (akhlak mulia, baik hati dan sederet kebaikan lainnya serta tidak lupa dengan Allah SWT yang telah menciptakannya). dan berpotensi  negatif menjadi orang yang rusak akhlak dan moralnya (lawannya takwa). Pendidikan formal kita (baca: Indonesia) memang mencerdaskan orang Indonesia tapi dengan melihat kondisi yang ada sekarang, saya jadi tidak yakin dengan moral dan akhlak yang ada pada hasil didikan (output), terutama setelah pendidikan kita tidak lagi diisi dengan kurikulum yang mengedepakan contoh/suri tauladan dari para pendidiknya. Kalau dalam sebutan saya, kurikulum sekarang adalah mencerdaskan anak didik tetapi miskin pendidikan moral apalagi suri tauladan yang diberikan si pendidik kepada murid/anak didik ataupun dosen kepada para mahasiswanya. Semua jauh sekali dari apa yang disebut sebagai tamat sekolah dan tamat kuliah menjadi orang yang cerdas sekaligus berperilaku/moral yang santun. Bukan tidak ada yang demikian akan tetapi sebagian besar keluaran/tamatan dari sekolah dan perguruan tinggi kita hanya menyasar segi kecerdasan kognitif, bukan kecerdasan sosial ataupun kecerdasan emosi. Sehingga bisa ditebak bagaimana mereka begitu, karena kurikulum pendidikan yang mengajarkan demikian. Para pengajar sekarang tidak lebih daripada pentransfer ilmu pengetahuan, melakukan pengajaran bukan pendidikan. Perbedaan mendasar pengajaran dan pendidikan adalah dalam hal melakukan contoh, artinya seorang pengajar tidak secara langsung/implisit sebagai contoh bagi orang yang diajarkan ilmu olehnya. Akan tetapi seorang pendidik adalah disamping sebagai pengajar dia haruslah menjadi contoh anak didiknya. Lebih menyeluruh menjadi seorang pendidik daripada seorang pengajar. Pendidik seperti mentransfer dan menduplikasi dirinya kepada orang yang dididiknya. Terutama soal moral seperti yang kita bicarakan saat ini.

ANAK JAMAN DULU DENGAN ANAK JAMAN SEKARANG BERBEDA 
Saya sering ngobrol dengan teman yang sebaya atau yang sedikit lebih di atas saya, umur paruh  baya belum menjelang senja. Bahwa anak-anak sekarang kalau diberi pengertian biasanya kritis, kalau dimarahi harus ada alasannya, kalau diperintah kadang malas bahkan tidak mau, kalau orang tua berbicara sekali mereka malah sudah membantah sepuluh duapuluh kali. Mereka anak-anak sekarang tidak takut kepada orang tuanya, tidak seperti kami yang lahir di masa Orde lama atau Orde baru. Boleh dikatakan anak jaman dulu "takut dan sangat segan" kepada orang tua, terutama bapak, apalagi bapak yang galak. Jangankan membantah, bila diperintah selalu kita laksanakan, tidak bertanya dulu laksanakan dan sudah. Menurut saya peran orang tua jaman dulu ya memang harus begitu, membuat anak taat dan segan, bahkan menurut saya itulah yang terbaik jaman itu. Dan sayangnya diterapkan jaman sekarang (orang sekarang kadang menyebut sebagai Zaman Now), kebiasaan yang dilakukan jaman dulu - walaupun itu cocok dan pas di jaman dulu - tidak lagi bisa dilakukan seperti itu. Anak-anak milenial selalu saja kalau diperintah oleh bapaknya sekalipun terkadang bertanya terlebih dahulu, bahkan ada yang minta imbalan untuk sekedar diperintah oleh bapaknya untuk membelikan kopi saschet ke warung misalnya. Atau bila kita marahi mereka kadang bukan saja diam tapi bisa menjawab apa yang kita sampaikan dalam keadaan marah tersebut, tidak ada takut-takutnya sama sekali kepada orang tua. Nah, menghadapi keadaan yang demikian memang tidak mudah bagi kita yang lahir di jaman yang berbeda dari anak-anak kita tersebut. Itulah mengapa mendidik anak untuk menjadi orang yang baik, pandai, pemberani dan pemurah adalah hal yang sangat sulit. Kalau mendidik anak mudah tentulah tidak diperlukan lembaga pendidikan anak dan sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Sulit mendidik anak menjadi anak yang takwa, cerdas dan trampil - slogan sekolah dasar tahun 80-90 an dulu - sebuah kenyataan tapi bukan berarti tidak bisa. Nah salah satu untuk mengurangi beban orang tua dalam membentuk dan mendidik anak maka di sekolah dan lembaga pendidikanlah anak-anak kita dibentuk. Tetap pendidik utama adalah orang tua dan pendidik yang paling utama dan pertama adalah ibu-ibu kemudian bapak dan keluarga yang lain barulah ke lembaga pendikan dan kemudian masyarakat pada umumnya. Disinilah yang saya khawatirkan dan di banyak kesempatan saya selalu mempersoalkannya, yaitu pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan yang sering kita sebut sebagai sekolah (lembaga pendidikan formal) yang mana petunjuk pelaksanaan dari pendidika itu disebut sebagai kurikulum. Karena saya menilai kurikulum di bangsa kita ini miskin dengan pembentukan ahlak, semata untuk mencerdaskan anak sampai dengan mahasiswa tanpa membesarkan jiwa dan kepribadiannya. Saya memang hanya bisa mengkritisi kurikulum yang berlaku di Indonesia ini, tanpa solusi, tapi setidaknya bisa saya memberikan gambaran seperti di atas bahwa kurikulum kita termasuk ke dalam kurikulum jaman dulu (zaman old) yang menghasilkan orang cerdas tapi manusianya tetap kecil, bukan menghasilkan orang besar yang mumpuni, Kurikulum kita menghasilkan orang dengan jiwa bekerja untuk orang lain, dengan kata lain kalau tidak menjadi PNS ya menjadi buruh. Itu harus kita cermati. PNS dan buruh pekerjaan mulia, tapi bukan itu yang saya maksudkan, artinya untuk apa sekolah tinggi-tinggi terakhir hanya menjadi PNS dan buruh saja ? Ya memang bukan sesuatu yang buruk akan tetapi, bagaimana membuat kurikulum yang membesarkan jiwa dan membesarkan pribadi anak didik dan mahasiswa kita. Menjadi pemimpin dan pengusaha, ilmuwan yang bisa menemukan penemuan mutakhir dan paling penting dari semua itu adalah berakhlak baik. Saya sebagai anak Indonesia generasi awal tahun 80 an, memang berpikir lurus-lurus saja, generasi kami kalau ditanya kalau besar mau jadi apa ? Jawabannya terlalu banyak  yang menjadi Dokter (karena melihat dokter sangat mudah mencari uang yang besar dan terlihat mudah), Pegawai Bank (karena jaman itu terlihat trendy dan banyak duit duduk di kantor bank), PNS (karena relatif aman dalam hidupnya kerja teratur dan dapat pensiunan), jarang sekali yang bercita-cita ingin menjadi pengusaha atau minimal pedagang. Maka dalam penjurusan pun kami memilih penjurusan di bidang IPA (paspal/eksata) bukan SOSIAL ataupun BAHASA, padahal itu semua membuat sebuah ketimpangan di 20 tahun ke depan. Membuat orang-orang pintar secara akademik (masuk ke jurusan IPA memang harus bernilai akademik baik dibandingan SOSIAL jaman itu entahlah kalau sekarang), hanya berada si satu jalur saja yaitu IPA/EKSATA hampir tidak ada di jalur SOSIAL (bukan berarti anak-anak SOSIAL itu tidak pandai dan cerdas, akan tetapi gambaran yang ada waktu itu adalah seperti itu, masuk jurusan IPA pasti orangnya cerdas, matematikanya bagus, dan sebaliknya kalau dianggap tidak mampu masuk jurusan IPA ya masuklah ke jurusan SOS), sehingga yang dianggap cemerlang hanya ada dijalur IPA saja ke dunia nyata pun demikian. Ekonom yang sangat cerdas memilih dari dini untuk terjun di bidang ekonomi (kalau penjurusan di SMA/SMU adalah di jurusan SOS), maka akan sangat bersaing bangsa kita hari ini. Saya tidak mengatakan ekonom kita tidak cerdas dan pandai, hanya saja JUMLAH dari mereka seandainya jaman saya dulu, banyak berpikir di luar kebiasaan (out-of-the box) yakni biarpun bisa masuk jurusan IPA tapi karena memang ingin membersarkan jiwa dan kepribadian di jalur SOS (ekonomi dan bahasa), maka sebagian besar anak-anak IPA masuk ke SOS, dan BIBIT ekonom jaman itu akan membawa dampak yang berbeda dari yang ada sekarang ini. Itu belum terlambat, seandainya ada yang mau memperbaiki kurikulum kita itu. Kurikulum yang saya sering katakan belum sempurna menjadikan bangsa ini melahirkan orang-orang besar dan berakhlak tinggi. Walaupun tidak semua tamatan dulu adalah koruptor akan tetapi bisa dilihat hasil pendidikan dan kurikulum jaman dulu pada para pejabat dan wakil rakyat jaman sekarang. Orang pandai dengan minim ahlak dan budi pekerti yang luhur akan membuat dia lebih berbahaya daripada orang tidak cerdas tapi berakhlak baik. Kurikulum yang sangat krusial adalah pendidikan dasar dan menengah, karena mereka masih masa pembentukan karakter, kalau perguruan tinggi karakter anak relatif sudah jadi. Memang tidak ada yang sempurna, tapi jangan membiarkan ketidaksempurnaan dan kekurangan itu terus belangsung. Moral bangsa kita yang terpuruk saat ini - moral untuk menang dalam persaingan dunia internasional, moral menjalani proses, moral untuk ulet, moral untuk menjadi pengusaha, moral untuk berakhlak baik dan moral untuk mempertahankan bangsa yang besar ini - sudah seharusnya menjadi perhatian pemegang amanah negeri ini, pejabat dan wakil rakyat dan para pendidik (guru bangsa) dan ubahlah kurikulum yang menjadikan sudut pandang lulusan pendidikan bangsa ini menjadi orang kecil, orang bermental kecil, orang tidak jujur, orang cerdas tapi hampa dalam kehidupan masyarakat, orang bejiwa pekerja tanpa ingin menjadi pengusaha, orang berjiwa ingin dapat pensiunan di hari tua dan lainnya. Sudut pandang yang mengharuskan orang dengan nilai akademik bagus harus ke jurusan IPA, ganti menteri ganti kurikulum dan segala bukti dari salahnya kurikulum bangsa Indonesia ini menjadi tertinggal bahkan dari negara-negara ASEAN.

MORAL ANAK BANGSA YANG TERPURUK 
Tentu menyakitkan hati saya juga saya menuliskan hal ini. Karena pada kenyataannya tidak semua anak bangsa bermoral terpuruk bukan ? Kalau kita melihat secara personal tentu saja iya. Akan tetapi bila kita melihat bangsa ini secara keseluruhan tulisan pahit saya itu adalah sebuah kenyataan dan fakta. Dan sekali lagi saya pun trenyuh prihatin dengan keadaan yang ada ini. Moral  yang saya maksudkan tentu saja bukan moral dan akhlak yang bejad bukan, tetapi moral dan spirit kebangsaan kitalah yang harus dipompa dan digelorakan kembali. Menjadikan mental generasi penerus kita adalah generasi dengan mental pemenang yang berakhlak mulia. Terpuruknya mental dan moral bangsa ini jelas bukan karena faktor internal saja akan tetapi faktor eksternal - seperti persaingan global, liberalisme, materialisme dan bahkan imperialisme dalam waktu sekarang - yang jelas sangat berat kalau cara mengatasi masalahnya adalah dengan cara  yang sama. Mencari bibit unggul dari bijinya, mencari bibit unggul manusia Indonesia dari pendidikan dasarnya, jangan semua anak didik yang pintar dan cerdas hanya untuk menjadi orang yang eksak saja, berikan kepada anak didik pengertian bahwa persaingan di masa depan dengan bangsa lain akan jauh lebih kompleks bukan sekedar orang cerdas dan terampil saja yang akan bisa memenangi pertarungan dunia internasional tersebut, akan tetapi kecerdasan sosial  - diplomasi, adaptasi dan akhlak - juga akan memberikan nilai yang tidak kalah jauh dari kecerdasan yang selama ini diinput ke dalam mindset anak didik kita, yaitu kecerdasan kognitif semata. Harapan sebagai orang tua dan sebagai warga negara tentunya pemerintah segera memperhatikan hal ini, karena mau tidak mau tongkat estafet kepemimpinan dan pengelolaan negara ini akan jatuh ke generasi berikutnya, kalau tidak dimulai sekarang kapan lagi. Pertama dan ini mungkin saran kecil dari saya agar mencari bibit unggul manusia Indonesia itu dimulai dari penyempurnaan kurikulum yang ada, kalau perlu penggantian yang drastis dari kurikulum yang ada sekarang, tambahkan dan perbanyak pendidikan agama dan akhlak/budi pekerti di dalamnya, dan kualitas guru tentu perlu peningkatan dari sekedar pengajar menjadi seorang pendidik yang sejati. Satu lagi pemberian hukuman fisik kepada anak didik jangan dijadikan sebuah pelanggaran HAM seperti sekarang ini, sebatas masih dalam hukuman yang mendidik - dijewer, diomelin, distrap yang tidak membahayakan fisik dan jelas para pendidik tahu batasannya - jangan seperti sekarang dilaporkan ke pihak berwajib. Jelas akan menjadikan anak didik menjadi tidak menghargai guru, aturan sekolah dan berbagai hal positif lainnya. Menjewer dan menghukumnya guru bukan seperti menghukumnya pihak berwajib kepada pencuri ayam, itu beda sekali, menghukumnya pendidik adalah bentuk dari pendidikan itu sendiri dan dilakukan dengan kasih sayang dalam bentuk lain. Untuk bekal kepada para anak didik di masa depan. Saya meyakini hal tersebut. Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi kita semua, sebatas inilah saya bisa memberi sumbangan pemikiran, adapun kalau ada yang lebih baik dan lebih canggih silahkan beri masukan kepada pemerintah untuk kelangsungan cermerlangnya mental dan moral anak bangsa di masa depan.
Terima kasih.

Kamis, 08 Februari 2018

KETIKA ALAM TIDAK LAGI BERSAHABAT DENGAN KITA



BETULKAH ALAM YANG TIDAK BERSAHABAT DENGAN KITA ?

Syair dari Penyanyi Ebiet G Ade “ Barangkali disana ada jawabnya, mengapa di tanahku terjadi bencana, mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”. Syair dari lagu tersebut bermakna dalam dan memang kenyataannya karena kita sering berbuat dosa lalu tidak bertobat malah merasa bangga dan yang ke dua kita sering berbuat kerusakan kepada alam dan kita tidak “bertobat” dengan memperbaiki kembali ada istilah reboisasi, penghutanan kembali, penanaman pohon bakau (mangrove), penanaman sejuta atau bahkan semilyar pohon, eksplorasi tanpa eksploitasi bahan-bahan tambang minyak dan mineral (yang tidak bisa diperbaharui) dan pelestarian situs peninggalan budaya dan situs sejarah, serta berbagai bentuk reservasi dan pemeliharaan. 

Apakah hal-hal positif tersebut sudah banyak kita lakukan untuk bertobat kepada Tuhan atas apa-apa yang telah kita lakukan ? Sebenarnya bukan KITA akan tetapi sebagian besar dari kita  yang melakukan kerusakan baik yang disengaja, tanpa sengaja atau bahkan secara tidak sadar. Kalau yang sengaja memang itu yang paling berbahaya karena mereka yang melakukan perusakan dengan sengaja sebenarnya sudah tahu apa akibat dari yang mereka perbuat, banjir, tanah longsor, kemarau panjang berasap, bahkan mungkin tanah hutan berubah menjadi gurun, polusi air dan udara baik dari bahan organik – asap, bau limbah – maupun dari bahan kimia (dan ini lebih berbahaya), punahnya satwa penguhuni air dan hutan, hilangnya kesuburan tanah, hilangnya daya serap air oleh tanah karena tidak ada pohon lagi, terjadi abrasi pantai karena hutan mangrove digunduli, dan kalau dilakukan dengan sadar inilah yang saya sebut mereka sebagai pengundang bencana dan azab Tuhan. Dan tidak heran bila bencana akan silih berganti di darat dan di laut mengintai kita.

Yang dilakukan tidak dengan sengaja, sebagai contoh adalah kebakaran hutan karena dia membakar ladangnya sendiri di dekat hutan kemudian api menjalar dan tidak terkendali. Atau ketika ada orang membuang puntung rokok kemudian membakar semak-semak dan menjalar menjadi kebakaran hutan, karena kebakaran hutan dimusim kemarau dan hutan menjadi gundul kemudian ketika musim penghujan datang maka akan terjadi banjir atau bahkan tanah longsor. Dan hewan-hewan hutan pastilah menjadi banyak yang mati. Perbuatan yang tanpa sengaja ini  biasanya karena keteledoran seseorang, dan berdampak buruk tapi si pelaku tidak ada niatan untuk merusak alam, bisa dipastikan si pelaku tidak akan mau mengulangi perbuatannya tersebut.

Yang dilakukan dengan tidak sadar tetapi mengakibatkan betapa rusaknya alam dan habitat berbagai makhluk hidup. Contoh yang paling mudah adalah adat buruk dalam membuang sampah, sembarangan, sampah yang tidak bisa diurai dibuang begitu saja tanpa ada rekayasa untuk biar mudah diurai. Membuang sampah di kali, got dan tempat-tempat yang tidak seharusnya. Polusi sampah yang dibuang sembarangan memang menjadikan multi polusi,  tanah terpolusi dengan sampah plastik yang tidak bisa diurai dalam waktu yang singkat, bau dari sampah memberikan polusi udara, dan air disamping polusi bau juga alirannya terhambat oleh sampah yang dibuang sembarangan di kali – sekali lagi sebelum direkayasa untuk biar mudah diuraikan – yang mereka lakukan adalah perbuatan tidak sadar karena dilakukan sejak dari kecil – yang saya sebut sebagai adat buruk – pernahkah anda mengingatkan kepada anak anda ketika sedang berwisata kemudian dia membuang sampah sembarangan ? Apakah anda tegur dan anda ambil sampahnya? Atau malah anda biarkan dan bahkan memberikan contoh membuang sampah sembarangan di area pariwisata tersebut kepada anak anda? 

Belum lagi limbah rumah tangga seperti sisa sayuran dan bungkus plastik, apakah anda sudah “merekayasa” semua sampah yang anda hasilkan ? Atau anda membuang begitu saja di tempat sampah atau malah membuang secara sembarangan ? Dan kebiasaan yang tidak sadar semacam ini marilah kita secara perlahan namun pasti untuk segera diubah ke jalan yang benar dan kesadaran yang cerdas demi kepentingan bersama dan kenyamanan tinggal kita, di bumi yang semakin menua ini.

Tingkah laku kita yang tidak mau mengerti dan selalu berbuat kerusakan tentulah akan menjadikan alam ini begitu sinis kepada kita. Kalau mau jujur kadang yang melakukan kerusakan itu bukan kita, tapi apakah alam masih mentoleransi orang yang tidak melakukan kerusakan dengan secara eksklusif terhindar dari bencana karena alam “mengamuk” ? Jawabannya pastilah tidak, alam dalam memberi banjir, memberi tanah longsor, memberi polusi udara, memberi hujan asam, memberi kabut asap, tidak pernah memilih dan hanya menimpakannya kepada si pelaku perusakan saja. Tapi dia memberikan “hukuman” secara merata dan tidak pandang bulu.

MEMPERBAIKI DIRI DAN KELUARGA ADALAH SALAH SATU LANGKAH MEMPERBAIKI HUBUNGAN KITA DENGAN ALAM YANG SUDAH TERLANJUR MURKA DAN TERLUKA

Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, baik yang disengaja, tidak disengaja ataupun bahkan yang tidak sadar. Dan untuk memperbaiki hubungan kita dengan alam – artinya melakukan perbaikan-perbaikan atas kerusakan yang telah kita lakukan – belum terlambat dan masih memungkinkan, kalau hutan kita sudah menjadi gurun – itu akan sangat merepotkan dan memakan waktu lama untuk kembali menjadi hijau atau bahkan mustahil – kalau sungai telah mengering atau hilang alurnya, itu juga sesuatu yang sangat susah untuk memperbaikinya kembali. Akan tetapi bila hutan baru sebatas gundul dan menimbulkan banjir serta longsor, masih bisa kita melakukan yang namanya reboisasi atau penanaman kembali hutan dan atau peremajaan kembali hutan yang rusak. Untuk yang suka membuang sampah semabarangan bisa dilakukan penyadaran diri dan keluarga untuk melakukan rekayasa terlebih dahulu sebelum membuang sampah – dibakar, dijadikan pupuk, dijadikan bahan biogas, dijadikan pakan ternak  dan lainnya – menyadarkan diri sendiri dan keluarga bahwa membuang sampah sembarangan – apalagi sampah yang susah diurai – akan menyebabkan pencemaran dan pemampatan aliran air, menyebabkan got dan gorong-gorong tersumbat dan akhirnya menyebabkan banjir, air tergenang dan berbagai keburukan lainnya. Paling efektif adalah dibuat undang-undang yang menerapkan denda bagi warga yang melakuan pembuangan sampah sembarangan, dengan konsekuensi dibuatkan tempat pembuangan sampah yang dipilah-pilah – organik, non organik, basah, dan kering – dan untuk limbah industri dan limbah kimia pastilah perlu dilakukan hal yang lebih serius dan turut campur tangan dari pemerintah guna meminimalisir polusi  bahan kimia yang biasanya lebih berbahaya dari bahan organi dari limbah rumah tangga.
Hal-hal sepele seperti membuang sampah di jalan dari dalam mobil, membuang sampah ke laut ketika kita di atas kapal, membuang sampah dengan sembarangan dan tanpa merasa berdosa sudah seharusnya dihindari. Beritahu kepada anak-anak bahwa melakukan hal-hal buruk tersebut adalah tidak baik, tidak trendy dan tidak smart, tidak berbudaya dan tidak cerdas. Dilakukan mulai usia dini dan diharapkan bila mereka besar nanti tidak mau melakukan hal-hal yang sudah orang tua-tua mereka dulu lakukan, melukai perasaan alam dan bahkan sampai kadar memberi polusi dan merusak alam tersebut.
Pandangan hidup atau mindset menjadi penting, ditunjang dengan peraturan yang positif dan hukuman bagi para pelanggarnya pastilah akan menjadikan orang berhati-hati ketika melakuka sesuatu yang diperkirakan bisa merusak alam. Dan kalau sudah dilakukan yang demikian pastilah akan mengurangi berbagai “bencana” yang seharusnya tidak terjadi.  Lalu bagaiman dengan orang yang sengaja melakukannya karena tuntutan faktor ekonomi ? Misalnya perusahaan ? Bukankah ada pemerintah yang mengatur tentang hal ini ? Terapkan hukum dengan baik, dan terapkan hukuman bagi mereka yang sengaja merusak hutan dan alam walaupun dengan dalih ekonomi. Karena dengan memperbaiki alam pastilah nilai ekonomi akan jauh lebih tinggi daripada dengan merusaknya. Bagi yang suka menggunduli hutan jangan menebang pohon dengan ukuran tertentu dan setelah menebangpun perlu ditambal / disulam lagi dengan pohon sejenis, apakah hal ini sudah dilakukan ?
Alam yang sudah terlukan dan rusak, bila kita mau memperbaikinya, alam tidak pendendam, pastilah harmoni akan terjadi kembali bila manusia-manusianya ramah dan sayang serta memelihara kelestariannya. Bahkan alam akan memberikan lebih dan melimpah daripada apa yang manusia perusak minta. Jangan merusak, maka yang akan diberikan alam akan jauh lebih melimpah dan tidak pakai masa kadaluwarsa. Karena Tuhan lah yang mengatur alam tersebut, bila manusia-manusia yang merupakan faktor terpenting bagi bumi ini, mau menjadi wakil Tuhan di bumi memelihara, merawat dan memanfaatkannya dengan bijaksana, maka Tuhan dengan perantara (memerintah) alam untuk menyejahterakan manusia tersebut. Dan sebaliknya, maka syair dari Penyanyi Puitis Ebet G Ade bisa menjadi terulang dan dampaknya bisa tanpa masa kadaluwarsa, bencana yang berantai dan kontinyu. Bagaimana ini akan membuat manusia aman untuk tinggal, tenang untuk hidup ?
TIPS KUNO DARI SAYA
Jaman saya kecil, etika yang diajarkan kepada kita masih relevan dengan jaman sekarang. Membungkus nasi biasanya tidak pernah pakai plastik/kertas nasi yang mengandung plastik juga/ kertas minyak yang mengandung plastik juga, akan tetapi menggunakan daun jati atau daun pisang. Sungguh kebijaksanaan nenek moyang kita yang canggih kalau saya pikir. Bagaimana tidak, rasa dari nasi yang dibungkus daun lebih harum baunya, lebih enak citarasanya dan sampahnya adalah bisa diuraikan dan bisa dijadikan kompos atau pakan ternak (daun pisang bisa dikasihkan ke kambing). Ketika lebaran tiba pernahkah kita membuat opor ayam dan ketupat ? Ya ketupat adalah teknologi canggih dari nenek moyang kita, lontong adalah kreasi jenius dari nenek moyang kita, dari segi rasa sangat enak dan dari segi sampah bisa dan mudah terurai. Kalau membawa barang orang dahulu tidak menggunakan plastik kresek, tetapi lagi-lagi dengan wadah dari anyaman bambu/rotan dan barang-barang nya dibungkus dengan daun, khusunya ketika berbelanja di pasar tradisional. Kalau baju bukan cara berbelanjanya yang secara tradisional, akan tetapi cara mencucinya bukan dengan deterjen yang menyebabkan polusi air. Setelah menebang pohon pastilah disulam dengan pohon yang sejenis dibekas /pokok pohon tersebut. Ketika mencari ikan tidak pernah dan tidak boleh dengan obat (racun), setrum dan bila yang masih sangat kecil akan dilepaskan kembali. Orang jaman dahulu senang menanam, kalau dihalam rumah ditanami bunga yang warna warni, kalau dikebun ditanami tanaman buah dan pohon kayu, dan kalau dipinggir jalan ditanami pohon yang rindang baik itu pohon kayu maupun pohon buah. Kalau di laut tidak menggunakan obat/bom untuk mencari ikan, karena merusak terumbukarang. Dan nenek moyang kita lebih arif dan canggih daripada orang yang belum lama meninggali bumi nusantara ini. Kalau anda meniru orang luar dalam memperlakukan bumi nusantara ini, adalah salah besar, mereka datang kemari bukan dalam rangka memelihara dan merawat tetapi mereka datang kemari untuk menjajah, merusak dan mengeksploitasi apapun yang ada di dalamnya, tidak pernah terbayang oleh mereka untuk kelestarian alam dan sumberdaya di tanah jamrud khatulistiwa ini.  Sudah sadarkah anda hari ini, plastik, racun ikan, dan penebangan liar adalah cara-cara bar-bar mereka ? Dan kalau belum sadar jangan tunggu alam menyadarkan anda dengan murka dan sinisnya kepada kita. Untuk hal itu anda bisa melihat buktinya ketika musim kemarau kita cukup air atau kekeringan, ketika musim hujan kita sejuk apa kebanjiran. Ketika musim ikan apakah kita membeli ikan dipasar atau menangkap dikali belakang rumah kita, atau memancing di muara dekat rumah kita ? Tanda-tanda dari alam mencerminkan perbuatan kita kepadanya, merawat atau merusak, alam hanya menjadi timbal balik bagi perbuatan yang kita lakukan. Apakah alam mulai bosan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang...

BONUS LINK BISNIS UNTUK ANDA
 
1. NEOBUX





2. BTCCLICK

3. PAIDTOCLICK

4. FREEBITCOIN

5. FREEDOGECOIN

IKLAN DI BLOG SAYA

DAFTAR PAYPAL GRATISS..!!!

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.