Jaman orde lama dan orde baru
Kebanyakan dari kita - baca saya - yang lahir tahun 70 an adalah bahwa orientasi dari belajar di lembaga pendidikan formal maupun tidak formal adalah membentuk diri kami menjadi para birokrat dan pejabat atau pegawai negeri atau ambtenaar. Ini tidak bisa dipungkiri sebab jaman itu para pejabat kelihatan wah, peryayi dan statusnya bergengsi. Jaman berganti tahun 80 an pola pikir usang itu pun tidak jua terkikis, kita dijadikan oleh propaganda media masa untuk menjadi pegawai swasta terutama pegawai bank yang saat itu kelihatan sangat menjanjikan. Dan seterusnya
Pola Pikir Yang Membahayakan
Saya tidak bisa mengatakan pola pikir menjadi pegawai negeri adalah seratus persen membahayakan - ini penting juga kalau tidak ada yang menjadi PNS lalu negara ini bagaimana? - yang saya maksud adalah bahwa bila kita semua terutama pemudanya berpikir hanya untuk menjadi PNS yang sekarang pun tidak ada pensiun di hari tua, maka besar kemungkinan negeri ini adalah negeri yang mundur. Mengapa ? bukti otentik yang menjadikan banyaknya korupsi adalah karena pemikiran mereka yang dibingkai sebagai PEGAWAI - walaupun sampai eselon satu - jadi masih ada atasan-masih ada atasan, sehingga kemandirian dari cara berpikir dan bentindak seolah-olah tidak ada resiko yang dipikulnya seratus persen, masih ada atasan saya ini.... begitu kira-kira. Nah karena hal tersebut diatas maka pemikiran kita akan menjadi sebuah pemikiran yang tidak berkembang, menjadikan banyak sekali penyimpangan, menjadi banyak sekali KKN yang mana ini menjadikan bangsa ini terpuruk berpuluh-puluh tahun. Lalu bagaimana yang seharusnya ? Mencintai bangsa dan negara adalah penting dan sangat baik, tetapi wujud dari mencintai tidak selalu harus menjadi pegawai negeri bukan ?
Jiwa Wirausaha Harus Segera Ditanamkan Dari Usia Dini
Akhlak harus ditanamkan dari usia dini, karena yang membedakan manusia dengan hewan hanyalah akhlak, yang melingkupi pikiran dan perbuatan yang terpuji. demikian pula dengan jiwa wirausaha haruslah dikenalkan dan ditanamkan sejak dari pendidikan usia dini, ini pastilah akan menjadi kabar baik dimasa depan bangsa Indonesia. Bisa kita mengandaikan akan begitu banyak manusia kreatif yang tidak merugikan bangsanya, akan sangat kompetitif bangsa ini di dunia internasional, akan sangat sedikit korupsi yang melanda bangsa ini, akan sedikit partai politik yang korup seperti sekarang ini, priyayi dan ambtenaar akan kehilangan wibawanya karena anak-anak kita dimasa depan adalah para pemikir ulung, pengusaha muda dan para penemu yang tidak mengikatkan dirinya pada atasanya. Saat saya masih kecil yang terpola adalah setelah saya lulus sekolah akan "bekerja" dimana ? Pabrik mana, bank mana, bengkel mana dan lain sebagainya. Bisakah kita merubahnya sedikit pola pikir usang tersebut dengan mengatakan, selama saya sekolah saya akan sambil belajar untuk mandiri, jadi setelah lulus saya akan mempunyai gerai, bengkel, toko dan usaha sendiri. Apakah ini sebuah kemungkinan ? atau kita sebagai yang tua-tua selalu memadamkannya ?
Kalau ditanyakan kepada anak anda, kalau sudah lulus dari fakultas teknik mesin UI anak anda mau bekerja sebagai direktur di PT apa ataukah mau membuka dan memiliki pabrik motor apa ? Sudah barang tentu jawaban nomor satu yang anda temukan. Ini tidak istimewa karena pola pikir kita yang selalu ingin menjadi bawahan, pola pikir kita yang ingin selalu menantang dan menanggung resiko yang kecil, pengecut dan ingin bergaya seperti yang di tv-tv, eskekutif muda, bergaya hidup kantoran dan lain sebagainya. Setinggi apapun jabatan seorang pegawai mereka adalah tetap saja kuli. Jajaran staf sampai dengan eselon satu, apakah mereka bukan kuli ? Jadi bila jawaban yang kedua pastilah kita sebagai orang tua akan mengatakan anak kita yang cumlaude di UI dengan jurusan teknik mesin itu sebagai PENGHAYAL. Dan ini memang sebuah realitas. Lho kok gitu ? Sebab sistem yang dibentuk disini adalah memang sistem FEODALISME, NEOLIBERALISME yang jelas "menghilangkan" kesempatan bagi orang yang ingin bermimpi lebih, atau berpikiran idealis.
Multi Partai dan Pengaruhnya Kepada Pola Pikir Usang Feodalis
Multi partai dinegeri ini memang wujud dari demokrasi yang bebas, akan tetapi tahun 1955 telah membuktikan bahwa multi partai - apalagi yanb jor-joran semacam sekarang - sudah terbukti dalam sejarah adalah GAGAL, mengapa mereka menerapkannya lagi ? Seolah tulisan saya ini menyimpang ya ? Tidak saudara saya melihat ada keterkaitan antara pola pikir usang feodalis - yang menghambat kemajuan bangsa ini - masih dipakai oleh para pendiri partai tersebut. Mereka akan menjadi ambtenaar dan pejabat yang harus dilayani dan mempunyai status sosial yang menurut mereka tinggi. Jalan pintas dan jalan tol menuju itu adalah dengan aktif di partai atau mendirikan partai. Nah multi partai sudah terbukti sejarah adalah GAGAL akan tetapi yakinlah selama pola pikir usang ini tetap kita pakai, negeri ini tidak ada akan maju walau setapak kedepan. Yang ada hanya muncul koruptor-koruptor baru, yang mengerikan adalah akan terjadi revolusi sosial - semoga saja tidak akan terjadi - pola pikir ini menjadikan bangsa ini bangsa yang terlilit hutang, tidak mandiri dan konsumtif.
Solusi
Solusi sudah jelas, dari skup terkecil yakni keluarga, buang jauh-jauh pola pikir penjajah belanda yakni feodalisme (tuan tanah / priyayi) dan ganti dengan pemikiran wirausaha. Ganti multi partai yang jor-joran dengan mereduksi dan menggabungkan partai yang kurang lebih sama untuk membuat Anggaran belanja menjadi kecil, buatlah partai OPOSISI yang kuat dan memihak rakyat dan jalannya pemerintahan dengan benar.
Tunggulah apa yang akan ditemukan anak-anak kita dimasa depan, motor listrik, tenaga surya yang murah, tenaga air untuk mobil, tanaman organik yang unggul, mesin-mesin atau akan lebih banyak lagi pengusaha muda yang berhasil. Kita tunggu bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar