Jangan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang selalu terbelakang dalam semua urusan, termasuk teknologi informasi. Sehingga saya sebagai rakyat kecil pun merasa "terancam" dengan kejadian para pejabat yang disadap phone cell nya. Bagaimana mungkin orang yang paling penting dinegeri ini bisa dibilang begitu, ada yang menyebutnya RI 1 dan RI 2 kok ya bisa-bisanya, ruang pribadi (privacy) mereka bisa diinjak-injak bangsa lain yang nota bene bukanlah negara sahabat yang karib, kalau boleh dibilang mereka adalah tetangga yang jahat, atau setidaknya tetangga yang usil. Lalu dengan leluasa dia mengacak-acak privacy pemimpin tertinggi bangsa ini. Keamanan negara kita serapuh itukah di dalam dunia maya ? Padahal dunia maya juga bisa berpengaruh besar kepada dunia nyata. Apalagi dalam bidang keamanan negara, akan sangat menakutkan bila "mereka" bisa dengan leluasa merambah dan bahkan menyadap privasi dari pucuk pimpinan negeri ini, analoginya bagaimana dengan pemimpin yang berada di bawahnya ? Sangat mengkhawatirkan.
Lalu siapakah yang bisa meredam ini ? BIN kah ? Tetapi memang seharusnya BIN lah ujung tombak dari perlindungan dunia maya bangsa ini. Pertanyaannya gampang sekali, apakah BIN tidak bisa memblokir usaha dari "mereka" ? Yang berhak menjawab bukan sembarang orang dengan pertanyaan yang "mudah" ini.
Karena perasaan aman bagi bangsa ini adalah harus mereka jamin, rakyat hidup tenang dan aman bukankah sudah menjadi kewajiban para pemimpin bangsa ini ? Dan BIN adalah pelindung bangsa ini dari segala macam tindakan spionasi, infiltrasi inteligen dan yang sejenisnya....
PERLU SDM YANG LEBIH BAIK
Dimana-mana yang ada adalah "a man behind the gun", orang yang mumpuni dan bisa dipercaya untuk "menjabat" sebuah tugas, dan amanah dalam menjalankan tugasnya. Nah kelemahan bangsa ini adalah karena terlalu banyak partai dan para pemimpin yang diambil adalah dari orang partai yang kadang (baca:rakyat) tidak kenal sama sekali dengan mereka, tahu-tahu menjadi pemimpin kami, dan kadang kualifikasi mereka jauh dari harapan yang ada pada kami, bukan kualifikasi secara intelektual, akan tetapi kualifikasi secara moral dan determinasi (good willing) mereka, saya pikir dibawah standar. Nah yang menyebabkan dibawah standar adalah mereka "beberapa" memaksakan diri menjadi pemimpin kami, dengan berbagai upaya dan jalan, lalu mereka sekali lagi "tahu-tahu" menjadi pemimpin kami. Bagaimana visi dan kecakapan mereka akan "sampai" bila kualifikasinya saja sudah kami ragukan dari awal, dan ini yang selalu terjadi berulang dari tahun 1945, bangsa ini memang hanya "berpotensi" untuk menjadi negara maju, dan karena "potensi" tidak diwujudkan maka ibarat pistol hanya "dikokang" saja, tidak pernah "meletus", dan bangsa ini tidak pernah mewujudkan potensinya tersebut. Jadi semua lini perlu SDM yang lebih baik dan tidak sekedar "membonceng" partai untuk mencari kekayaan. Harus diakui mereka menjadi wakil dan pemimpin kami hanya untuk memperkaya diri dan numpang tenar saja, kerjanya anda bisa menilai sendiri, 70 tahun kita merdeka tidak ada "apa-apanya", dan seharusnya yang merasa demikian segera merasa malu dan mengundurkan diri bila tak mampu, bukan "karena merasa mampu" terus menduduki kursi dan jabatan dengan "ndableg" tetapi lihatlah kanan kiri anda masih banyak orang yang lebih berpotensi dan memang kompeten secara IQ dan moral dibandingkan dengan anda yang sekarang sedang menjabat secara "tahu-tahu".
DISADAP HANYALAH AWALNYA SAJA
Kalau pucuk pimpinan bisa disadap, berarti bangsa ini bisa "dimainkan", itu sudah jelas, dan penyadapan ini adalah sebagai "coba-coba" seberapa "kuat" kita dalam melindungi bangsa ini di dunia maya, kalau mereka bisa "menerobos" benteng dunia maya kita berarti mereka sudah tahu dengan "pasti" kekuatan "firewall" yang ada pada bangsa ini (kalau mau jujur banyak sekali hacker yang baik dan berjiwa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi, tapi ya begitulah mereka tidak bisa masuk kedalam jaring-jaring lingkaran "tahu-tahu" ini) dan yang menjadi "pasukan firewall" adalah oknum-oknum yang barangkali tidak semumpuni hacker yang diluar sana, yang tidak punya sekali lagi AKSES ke "tahu-tahu" tadi. Disadap adalah awalnya adakah tidak boleh saya menduga bahwa selanjutnya akan lebih berbahaya lagi ? Misalnya yang disadap adalah BI ? Atau sekalian Istana Negara ? Pikirkanlah dan segera gantilah SDM yang tidak berkualitas dan "suka jalan pintas" ini, kalau tidak ya silahkan saja perkiraan saya bahwa ini akan lebih buruk pasti akan segera terjadi.
SOLUSI
Solusi terbaik dari semuanya ini adalah bahwa REKRUTMEN dari semua instansi pemerintah haruslah "fair", tidak dengan KKN dan memang jargon,slogan dan moto nya selalu begitu "diatas meja" dan "dilapangan" maka akan terjadi yang sebaliknya, KKN, suap agar bisa menjabat ini dan itu diingkari tetapi secara "jelas" sebenarnya mereka melakukannya, KPK tidak dihiraukan. Rekrutmen model begini hanya menambah 'beban sejarah' saja dibandingkan dengan menciptakan kegemilangan sejarah, menambah macetnya intelektual, visi dan kompetensi bangsa ini. Saya belum berani mengatakan "kompetisi" bangsa ini dengan bangsa lain, untuk mengurus dirinya sendiri saja belum begitu mampu bagaimana dengan berkompetisi dengan bangsa lain ? Lupakan itu dulu. Brantas dengan tegas rekrutmen model begini yang penuh dengan "kelicikan", "kecurangan" "KKN" dan " menciptakan koruptor baru". Gampang saja bila ada pejabat yang sebelum menduduki jabatan dengan menyuap maka setelah menjabat pertama kali yang dipikrkan adalah "balik modal", perkara mengurus bangsa dan jabatan adalah nanti dulu, utang lunas baru deh saya "sempetin" memikirkan bangsa dan berbakti kepada negara ini. Tetapi kebanyakan dari kisah ini adalah "terlanjur enak" korupsi sehingga sudah "break even point" pun tetap lanjut dengan "menarik profit" yang lebih besar, ini menggejala diseluruh instansi pemerintah. Jika ada orang yang tidak demikian saat ini malah "terpojok", mengapa orang benar malah menjadi sempit buminya ? Ini negara yang sudah terbalik? dan untuk ini solusinya cuma satu, hukuman yang setimpal, hukuman penjara untuk koruptor tidaklah bagus, dimiskinkan kemudian diasingkan, dipermalukan secara sosial dan bila melakukannya lagi selama dua kali, hukumannya adalah mati. Tetapi orang yang tidak takut kepada Tuhan, apa lagi yang ditakuti ? padahal ketika maut menjemput mereka sebagaian besar belum sempat bertobat, dan matinya "mengenaskan", silahkan dicek dan diperiksa akhir dari mereka yang menjadi bagian dari jaringan "tahu-tahu" ini.
Kaidah memang mengatakan bahwa penegak hukum lebih menakutkan dibandingan dengan Tuhan bagi para penjahat model begini, yang menjadi masalah adalah bagaimana menjadikan hukum dan penegaknya ini menjadi hegemoni dibangsa ini, yang saya rasakan belumlah menjadi sebuah kenyataan. Tetapi harapan selalu ada dan masih banyak orang yang berjiwa besar, berakhlak baik dan kompeten diluar sana, yang tersisih karena cara-cara curang orang yang saya sebutkan tadi, yang membuat bangsa ini menjadi bangsa yang kerdil, tidak mempunyai izzah, tidak mempunyai warwah dan tidak mempunyai kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Untuk solusi yang terbaik adalah datangnya dari orang yang berpengaruh, semakin besar pengaruhnya semakin cepat terselesaikan masalah ini. Siapa lagi kalau bukan para pemimpin yang memulai revolusi damai memberantas korupsi kalau bukan dari "atas",..... untuk menunggu terjadinya hal ini menjadi nyata adalah seperti menantikan jatuhnya air hujan dimusim kemarau, atau seperti menanti keajaiban datang dari langit. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar