Dalam semua kasus dibumi pertiwi selalu saja ada pro kontra yang kotra produktif, sekedar hiasan bibir, pro dan kontra terlihat dipermukaan tetapi mereka sudah menyamakan visi dan goal yang sama, tidak ada yang berpihak kepada rakyat, tetapi berpihak kepada golongannya masing-masing, walau sudah ditutup-tutupi lewat wawancara life seolah akan berjibaku memperjuangkan rakyat, tetapi hasil dari perdebatan, sidang-sidang sudah diketahui dengan pasti :BUKAN BERPIHAK KEPADA RAKYAT.
Menyikapi hal ini tidak perlu pesimis, sebab masih banyak wakil rakyat yang masih murni pro rakyat dan tidak terbawa arus,...tetapi beliau-beliau yang benar-benar terhormat ini sangat sedikit jumlahnya, sedangkan kita sudah tidak menggunakan sistem musyawarah mufakat lagi, tetapi sistem "jiplakan dari barat" yakni voting. Maka mereka seolah tidak mewarnai semua keputusan krusial negeri ini, negeri yang ingin menjadi negeri lain ya Indonesia ini, azas musyawarah mufakat adalah azas mencari kebenaran bukan ditentukan oleh banyaknya suara yang setuju. Sialnya yang setuju dan mayoritas adalah wakil-wakil yang tidak mewakili rakyat, tetapi mewakili pribadi dan golongannya. Ini terjadi sudah lebih dari 50 tahun, terbaik kata ahli sejarah adalah tahun 1955,...saya sendiri belum lahir, tetapi kata para tetua semua azas pancasila digunakan dan diterapkan dengan baik,...terus rakyat tidak kekurangan apa-apa, secara politis rakyat antusias dan ekonomi membaik, hingga tahun 1965, karena hampir sama dengan sekarang, saling menjatuhkan di tataran dewan, padahal mereka menyadari apa akibat dari perbuatan mereka bagi kelangsungan bangsa ini dan bagi rakyat yang mereka "katanya" wakili.
Solusi
Rakyat kritis seharusnya pemerintah jangan merasa "dicemarkan" nama baiknya, rakyat kritis pemerintah seharusnya mawas diri, sebab tanpa ada penyimpangan rakyat tidak akan menjerit dan menkritisi, perlu diingat bahwa kritisnya rakyat karena mereka masih open/peduli dengan bangsa ini, negeri dimana mereka tinggal. Sangat menyedihkan bila terdengar ada rakyat yang ditangkap dan dihukum gara-gara menulis sebuah artikel yang isinya mengkritisi pemerintah. Tidak ada tujuan menjatuhkan citra pemerintah tetapi yang ada adalah kritik yang membangun, mengingatkan.
Saya juga takut dengan adanya UU IT yang akan membatasi konten dari sebuah blog seperti saya ini, semoga kebebasan mengeluarkan pendapat tidak dibredel seperti yang terjadi dengan sesorang, dia hanya mengeluh dan disampaikan kepada teman-temannya, mengapa dicap sebagai mencemarkan nama baik, padahal memang benar namanya sudah cemar bukan ?
Kami rakyat tentu akan selalu taat kepada pemerintah dan tidak akan berbuat makar, tetapi kebijakan yang tidak bijak seharusnya dihilangkan, contohnya kebebasan mengeluarkan pendapat dijerat dengan hukum pidana mencemarkan nama baik, ini bagaimana ? Saya yakin semua sudah diatur oleh pemerintah, jangan hanya menghukum orang kecil yang tidak berdaya dan miskin dengan TEGAS dan hukum TUMPUL ketika berhadapan dengan orang yang mempunyai banyak uang dan berkuasa. Kenyataan pahit ini tidak perlu dibahas tetapi harus segera dihilangkan dari bumi pertiwi, masih ada waktu dan kami percaya pada penyelenggara negara, khusus yang masih mempunyai nurani dan yang terketuk dengan segera mendengarkan AMPERA (amanat penderitaan rakyat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar